JIHAD DENGAN PENA : satu konsep baru yang santun
Dalam beberapa bulan terakhir ini masyarakat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang sangat menghebohkan. Mulai dengan kasus pembakaran gereja - gereja, disusul oleh heboh terorisme, pemboman di beberapa tempat, bahkan terjadi di mesjid. Ditambah lagi oleh heboh pencucian otak oleh gerakan yang disinyalir sebagai pendukung cita-cita NII.
Aksi radikalisme ini seolah oleh sebagian kelompok garis keras dianggap legal oleh Tuhan. hal itu secara konseptual bisa jadi disebabkan oleh kalangan umat Islam sendiri, khususnya oleh kalangan ulama-ulama fiqh yang memaknai jihad dalam pengertian yang sangat sempit, yaitu qital (perang)( Lihat Maulana Muhammad Ali, Islamologi..., hlm. 370). Dalam hal ini, ulama-ulama fiqh merumuskan qital sebagai satu dari sekian banyak persoalan hukum dalam Islam yang penting dan disebut sebagai jihad. Mereka telah menyebutkan perkara jihad sebagai sinonim dari kata qital. Pengertian jihad yang identik dengan qital tersebut, kemudian berkembang di kalangan kaum Muslimin dengan bertempur atau berperang melawan bangsa atau negara kafir, baik mereka diserang atau tidak diserang.
Al-Quran secara halus menyoroti kesalahpahaman ini dan menjelaskan berulang kali dengan menyebutkan fakta-fakta sejarah agama-agama bahwa semua perbuatan aniaya yang dilakukan atas nama agama-agama pada umumnya adalah selalu timbul dari orang-orang yang sebenarnya tidak beragama atau menjadikan agama hanya sebagai topeng, serta agama-agama yang dianutnya mengalami kerusakan karena tenggelam ditelan zaman, atau merupakan perbuatan ulama-ulama yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agama yang dianutnya serta hatinya sendiri telah kosong dari kesucian rohani, kering dari rasa kasih sayang dan kecintaan kepada sesama makhluk. Maka yang nampak hanyalah takabur, congkak, ria, dan kezaliman. Menisbahkan perbuatan-perbuatan buruk pemimpin-pemimpin agama semacam itu kepada agama sendiri merupakan kezaliman besar kepada agama. Yang sebenarnya ialah bahwa Tuhan sebagai sumber rahmat tidak pernah mengajarkan kepada pengikut agama manapun untuk menganiaya hamba-hamba-Nya yang lain.
Akan tetapi dengan menyesal sekali terpaksa harus dikatakan bahwa seperti banyak negara di kawasan Timur termasuk negeri yang kita cintai ini suasana jernih dan keamanan negeri kita kurang memadai. Bagaikan kuda yang kurang terlatih tersentak oleh sedikit isyarat pacuan lalu segera melompat jauh meninggalkan semua garis ketentuan yang telah diatur, kitapun demikian dalam percakapan yang kontroversial tidak dapat mengendalikan diri lantas melonjak keluar dari batas-batas peraturan permainan yang ditentukan.
Pengertian jihad
Setidaknya ada tiga hal konsep jihad yang ada: jihad asghar (jihad kecil), jihad kabir (jihad besar), dan jihad akbar (jihad terbesar). Pertama-tama akan dijelaskan jihad asghar, yang bermakna mengangkat senjata. Dalam hal ini, jihad dengan cara mengangkat senjata, peperangan, dan kekerasan yang disebut dengan qital dalam Alquran, telah di izinkan kepada orang-orang yang diperangi, dianiaya, serta diusir dari kampung halamannya karena mengatakan Tuhan kami hanyalah Allah. Menurut Alquran, peperangan yang diizinkan oleh Allah adalah tidak bertujuan untuk memusnahkan agama lainnya, bahkan untuk melindunggi berbagai macam agama (QS. Al-Hajj [22]: 39-40. Oleh karena itu, penyebaran agama dengan cara pengangkatan senjata dan kekerasan tidak diperkenankan (QS. Al-Baqarah [2]:256), karena kebebasan beragama dijunjung tinggi dalam Alquran (QS. Yunus [10]:99 dan al-Kafirun [109]:6). jika musuh berhenti memerangi dan menghendaki perdamain, maka peperangan harus segera dihentikan (QS. al-Anfal [8]:61-62), karena dalam keadaan berperang pun menurut Alquran jangan sampai melampaui batas (QS.al-Baqarah[2]:190).
Peperangan agama dengan cara mengangkat senjata dan kekerasan oleh Nabi Muhammmad SAW sendiri dianggapnya sebagai jihad terkecil (jihad asghar). ( Sebutan jihad ini dielaborasi dari hadis Nabi yang bercerita ketika Muhammad SAW dan para Sahabatnya kembali dari perang Tabuk, dimana ia berkata:... kita kembali dari jihad asghar menuju jihad akbar...yaitu memerangi hawa nafsu. Lihat Mercia Eliade (ed) The Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Publishing Company, t.t.)
Masalahnya dalam kenyataan, jihad terkecil (jihad asghar) ini oleh beberapa kalangan dalam Islam sendiri mendapatkan porsi yang cukup luas dan penting yang memang sangat ampuh untuk memberikan semangat dalam memberikan perlawanan fisik kepada pihak manapun yang dianggapnya sebagai musuh yang wajib dihancurkan dan diluluhlantahkan dari muka bumi. Jihad bagi mereka terkadang dan seakan-akan hanya dapat diartikan dalam satu makna, yaitu perjuangan senjata yang menawarkan alternatif hidup mulia atau mati syahid. Bagi mereka, perjuangan senjata merupakan langkah pertama dan utama, sedangkan dimensi lainnya misalnya menyampaikan hujjah (argumentasi) tidak dihitung sebagai jihad. Tidak heran jika kemudian beberapa orientalis Barat memandang bahwa jihad dalam Islam menjadi stereotip, dimana jihad fi sabilillah sering kali diartikan sebagai perang suci (holy war) untuk menyebarkan agama Islam.
Jihad kecil dalam bentuk peperangan dan pengangkatan senjata tersebut dalam Islam sebagai bentuk jihad yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam sejarah Islam, tetapi itu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam situasi dan kondisi dimana jihad dalam bentuk ini memenuhi berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelaku jihad tersebut. Pada masa permulaan Islam, peperangan dalam bentuk pembelaan diri dan pertempuran jasmani memang diperlukan saat itu, karena jawaban yang diberikan kepada para pelaku dakwah Islam bukanlah dalil-dalil dan argumentasi, melainkan dibalas dengan pedang. Oleh karena itu, tanpa pilihan lain dalam menghadapinya terpaksa digunakan pedang. Alquran tidak begitu saja memerintahkan untuk berperang, melainkan memerintahkan untuk berperang hanya melawan orang-orang yang melarang beriman kepada Allah, menghalangi melakukan peribadatan kepada-Nya, memerangi umat Islam tanpa dasar, mengusir umat Islam dari kampung halaman dan negeri mereka, memasukkan mereka secara paksa kedalam agama mereka, menghancurkan Islam, serta orang-orang yang menghalangi untuk tidak masuk Islam.
Jihad Kabir (Jihad Besar)
Sehubunggan dengan “penghapusan” untuk sementara waktu jihad fisik (Jihad Asghar) ada satu tawaran indah sebuah jihad corak baru yang lebih cocok dengan kondisi masyarakat Islam saat ini khususnya di Indonesia yaitu jihad dalam bentuk menyebarkan nilai-nilai ajaran Alquran dan Islam keseluruh pelosok dunia, yang menurut Alquran sendiri jihad dalam bentuk demikian merupakan jihad yang besar (QS al-Furqan[25]:52). Jihad saat ini adalah berjuang untuk meninggikan kalimat Islam, untuk menyangkal keberatan-kebaratan dari pihak para penentang Islam, untuk menyebarkan kesempurnaan ajaran Islam dan untuk menyatakan kebenaran Nabi Muhammad SAW kepada seluruh dunia. Mengapa demikian? Karena musuh Islam telah melakukan penyerangan terhadap Islam bukan dengan pedang atau kekerasan, tetapi dengan menjawab berbagai macam tulisan mereka dengan “jihad ruhani” (secara spiritual) dan jihad bi al-qalam (jihad dengan pena) secara praktis. Sebaliknya, jika melawan serangan tulisan mereka dengan pedang atau kekerasan, itu adalah perbuatan yang sangat melampaui batas dan jauh dari nilai keadilan.
Jihad Akbar (Jihad Terbesar)
Jihad Akbar maksudnya adalah perjuangan melawan hawa nafsu untuk mencapai tingkat kesempurnaan budi pekerti yang sempurna. Berkenaan dengan ini untuk menciptakan tingkat kesempurnaan budi pekerti umat manusia, landasan pemikiranya adalah tentang kondisi atau pembawaan manusia di dunia setelah penciptaannya, sebagai dasar untuk melihat bagaimana kondisi manusia yang terkadang bisa jatuh ke dalam tingkat budi pekerti yang paling rendah, dan juga bisa mencapai tingkat budi pekerti yang tinggi, disebabkan oleh perbedaan manajemen nafsu yang dimiliki oleh masing-masing individu manusia.
Kondisi atau pembawaan manusia setelah diciptakan oleh Khalik-nya terbagi ke dalam tiga keadaan atau pembawaan yaitu pembawaan alami (thabi’i/nafs amarah), pembawaan akhlak (akhlaki/nafs lawwaamah), dan pembawaan ruhani (ruhani/nafs muthmainnah).
Dalam beberapa bulan terakhir ini masyarakat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang sangat menghebohkan. Mulai dengan kasus pembakaran gereja - gereja, disusul oleh heboh terorisme, pemboman di beberapa tempat, bahkan terjadi di mesjid. Ditambah lagi oleh heboh pencucian otak oleh gerakan yang disinyalir sebagai pendukung cita-cita NII.
Aksi radikalisme ini seolah oleh sebagian kelompok garis keras dianggap legal oleh Tuhan. hal itu secara konseptual bisa jadi disebabkan oleh kalangan umat Islam sendiri, khususnya oleh kalangan ulama-ulama fiqh yang memaknai jihad dalam pengertian yang sangat sempit, yaitu qital (perang)( Lihat Maulana Muhammad Ali, Islamologi..., hlm. 370). Dalam hal ini, ulama-ulama fiqh merumuskan qital sebagai satu dari sekian banyak persoalan hukum dalam Islam yang penting dan disebut sebagai jihad. Mereka telah menyebutkan perkara jihad sebagai sinonim dari kata qital. Pengertian jihad yang identik dengan qital tersebut, kemudian berkembang di kalangan kaum Muslimin dengan bertempur atau berperang melawan bangsa atau negara kafir, baik mereka diserang atau tidak diserang.
Al-Quran secara halus menyoroti kesalahpahaman ini dan menjelaskan berulang kali dengan menyebutkan fakta-fakta sejarah agama-agama bahwa semua perbuatan aniaya yang dilakukan atas nama agama-agama pada umumnya adalah selalu timbul dari orang-orang yang sebenarnya tidak beragama atau menjadikan agama hanya sebagai topeng, serta agama-agama yang dianutnya mengalami kerusakan karena tenggelam ditelan zaman, atau merupakan perbuatan ulama-ulama yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agama yang dianutnya serta hatinya sendiri telah kosong dari kesucian rohani, kering dari rasa kasih sayang dan kecintaan kepada sesama makhluk. Maka yang nampak hanyalah takabur, congkak, ria, dan kezaliman. Menisbahkan perbuatan-perbuatan buruk pemimpin-pemimpin agama semacam itu kepada agama sendiri merupakan kezaliman besar kepada agama. Yang sebenarnya ialah bahwa Tuhan sebagai sumber rahmat tidak pernah mengajarkan kepada pengikut agama manapun untuk menganiaya hamba-hamba-Nya yang lain.
Akan tetapi dengan menyesal sekali terpaksa harus dikatakan bahwa seperti banyak negara di kawasan Timur termasuk negeri yang kita cintai ini suasana jernih dan keamanan negeri kita kurang memadai. Bagaikan kuda yang kurang terlatih tersentak oleh sedikit isyarat pacuan lalu segera melompat jauh meninggalkan semua garis ketentuan yang telah diatur, kitapun demikian dalam percakapan yang kontroversial tidak dapat mengendalikan diri lantas melonjak keluar dari batas-batas peraturan permainan yang ditentukan.
Pengertian jihad
Setidaknya ada tiga hal konsep jihad yang ada: jihad asghar (jihad kecil), jihad kabir (jihad besar), dan jihad akbar (jihad terbesar). Pertama-tama akan dijelaskan jihad asghar, yang bermakna mengangkat senjata. Dalam hal ini, jihad dengan cara mengangkat senjata, peperangan, dan kekerasan yang disebut dengan qital dalam Alquran, telah di izinkan kepada orang-orang yang diperangi, dianiaya, serta diusir dari kampung halamannya karena mengatakan Tuhan kami hanyalah Allah. Menurut Alquran, peperangan yang diizinkan oleh Allah adalah tidak bertujuan untuk memusnahkan agama lainnya, bahkan untuk melindunggi berbagai macam agama (QS. Al-Hajj [22]: 39-40. Oleh karena itu, penyebaran agama dengan cara pengangkatan senjata dan kekerasan tidak diperkenankan (QS. Al-Baqarah [2]:256), karena kebebasan beragama dijunjung tinggi dalam Alquran (QS. Yunus [10]:99 dan al-Kafirun [109]:6). jika musuh berhenti memerangi dan menghendaki perdamain, maka peperangan harus segera dihentikan (QS. al-Anfal [8]:61-62), karena dalam keadaan berperang pun menurut Alquran jangan sampai melampaui batas (QS.al-Baqarah[2]:190).
Peperangan agama dengan cara mengangkat senjata dan kekerasan oleh Nabi Muhammmad SAW sendiri dianggapnya sebagai jihad terkecil (jihad asghar). ( Sebutan jihad ini dielaborasi dari hadis Nabi yang bercerita ketika Muhammad SAW dan para Sahabatnya kembali dari perang Tabuk, dimana ia berkata:... kita kembali dari jihad asghar menuju jihad akbar...yaitu memerangi hawa nafsu. Lihat Mercia Eliade (ed) The Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Publishing Company, t.t.)
Masalahnya dalam kenyataan, jihad terkecil (jihad asghar) ini oleh beberapa kalangan dalam Islam sendiri mendapatkan porsi yang cukup luas dan penting yang memang sangat ampuh untuk memberikan semangat dalam memberikan perlawanan fisik kepada pihak manapun yang dianggapnya sebagai musuh yang wajib dihancurkan dan diluluhlantahkan dari muka bumi. Jihad bagi mereka terkadang dan seakan-akan hanya dapat diartikan dalam satu makna, yaitu perjuangan senjata yang menawarkan alternatif hidup mulia atau mati syahid. Bagi mereka, perjuangan senjata merupakan langkah pertama dan utama, sedangkan dimensi lainnya misalnya menyampaikan hujjah (argumentasi) tidak dihitung sebagai jihad. Tidak heran jika kemudian beberapa orientalis Barat memandang bahwa jihad dalam Islam menjadi stereotip, dimana jihad fi sabilillah sering kali diartikan sebagai perang suci (holy war) untuk menyebarkan agama Islam.
Jihad kecil dalam bentuk peperangan dan pengangkatan senjata tersebut dalam Islam sebagai bentuk jihad yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam sejarah Islam, tetapi itu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam situasi dan kondisi dimana jihad dalam bentuk ini memenuhi berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelaku jihad tersebut. Pada masa permulaan Islam, peperangan dalam bentuk pembelaan diri dan pertempuran jasmani memang diperlukan saat itu, karena jawaban yang diberikan kepada para pelaku dakwah Islam bukanlah dalil-dalil dan argumentasi, melainkan dibalas dengan pedang. Oleh karena itu, tanpa pilihan lain dalam menghadapinya terpaksa digunakan pedang. Alquran tidak begitu saja memerintahkan untuk berperang, melainkan memerintahkan untuk berperang hanya melawan orang-orang yang melarang beriman kepada Allah, menghalangi melakukan peribadatan kepada-Nya, memerangi umat Islam tanpa dasar, mengusir umat Islam dari kampung halaman dan negeri mereka, memasukkan mereka secara paksa kedalam agama mereka, menghancurkan Islam, serta orang-orang yang menghalangi untuk tidak masuk Islam.
Jihad Kabir (Jihad Besar)
Sehubunggan dengan “penghapusan” untuk sementara waktu jihad fisik (Jihad Asghar) ada satu tawaran indah sebuah jihad corak baru yang lebih cocok dengan kondisi masyarakat Islam saat ini khususnya di Indonesia yaitu jihad dalam bentuk menyebarkan nilai-nilai ajaran Alquran dan Islam keseluruh pelosok dunia, yang menurut Alquran sendiri jihad dalam bentuk demikian merupakan jihad yang besar (QS al-Furqan[25]:52). Jihad saat ini adalah berjuang untuk meninggikan kalimat Islam, untuk menyangkal keberatan-kebaratan dari pihak para penentang Islam, untuk menyebarkan kesempurnaan ajaran Islam dan untuk menyatakan kebenaran Nabi Muhammad SAW kepada seluruh dunia. Mengapa demikian? Karena musuh Islam telah melakukan penyerangan terhadap Islam bukan dengan pedang atau kekerasan, tetapi dengan menjawab berbagai macam tulisan mereka dengan “jihad ruhani” (secara spiritual) dan jihad bi al-qalam (jihad dengan pena) secara praktis. Sebaliknya, jika melawan serangan tulisan mereka dengan pedang atau kekerasan, itu adalah perbuatan yang sangat melampaui batas dan jauh dari nilai keadilan.
Jihad Akbar (Jihad Terbesar)
Jihad Akbar maksudnya adalah perjuangan melawan hawa nafsu untuk mencapai tingkat kesempurnaan budi pekerti yang sempurna. Berkenaan dengan ini untuk menciptakan tingkat kesempurnaan budi pekerti umat manusia, landasan pemikiranya adalah tentang kondisi atau pembawaan manusia di dunia setelah penciptaannya, sebagai dasar untuk melihat bagaimana kondisi manusia yang terkadang bisa jatuh ke dalam tingkat budi pekerti yang paling rendah, dan juga bisa mencapai tingkat budi pekerti yang tinggi, disebabkan oleh perbedaan manajemen nafsu yang dimiliki oleh masing-masing individu manusia.
Kondisi atau pembawaan manusia setelah diciptakan oleh Khalik-nya terbagi ke dalam tiga keadaan atau pembawaan yaitu pembawaan alami (thabi’i/nafs amarah), pembawaan akhlak (akhlaki/nafs lawwaamah), dan pembawaan ruhani (ruhani/nafs muthmainnah).